Kata. Sedari balita pun kita butuh mengeluarkan kata dari mulut kita, tidak lain apa yang disebut orang dengan berbicara. Kita butuh kata-kata untuk menyatakan kita haus, lapar, lelah yang diikuti dengan pemenuhan kebutuhan kita oleh orang-orang di sekitar kita. Seiring dengan tumbuh kembangnya, kita sebagai makhluk sosial benar-benar tidak bisa terlepas dari kata-kata. Untuk memenuhi kebutuhan kita yang lebih tinggi lagi tingkatannya, tidak hanya sekadar kebutuhan primer, matilah kita bila tidak bisa berkata-kata.
Kita sebagai manusia diberi kelebihan masing-masing. Yang terjadi pada umumnya adalah bagian tertentu dari otak kita memiliki perkembangan yang lebih dibandingkan bagian lainnya. Itulah sebabnya kita biasanya hanya memiliki satu profesi yang benar-benar ditekuni. Sebagai contoh, seorang dokter yang mendapat penghargaan saat menangani kelahiran lima orang anak kembar, tidak mungkin pada saat bersamaan menjadi penyair yang terkenal. Aku tidak bilang hal ini tidak mungkin terjadi, tapi adalah langka untuk bisa memiliki kecerdasan visual sekaligus linguistik yang maksimal pada saat yang bersamaan.
Tidak ada satu profesi pun yang bisa dianggap rendah dari profesi lainnya. Karena profesi yang sebenarnya tidak dapat diukur dari berapa besar gaji yang diterima, melainkan effort kita dalam melaksanakannya. Apakah maksimal atau tidak. Memang sekarang-sekarang ini penulis sudah jauh lebih dihargai oleh masyarakat. Bahkan sekarang menulis menjadi semacam gengsi tertentu bagi sebagian orang yang silau penghargaan orang lain. Tapi sangat disayangkan bahwa lapangan pekerjaan maupun “harga” seorang lulusan jurnalistik belum sama dengan lulusan teknik, ekonomi, dan bahkan design (di Indonesia). Padahal apakah lulusan jurnalistik yang menjunjung tinggi kata itu tidak berharga? Salah besar, tanpa kata bahkan dokter tidak dapat menuliskan resep untuk pasiennya.
Probabilitas munculnya lowongan pekerjaan seperti sudah kita ketahui didominasi oleh para lulusan ekonomi dan teknik. Bila ada pekerjaan umum (non jurnalistik) yang ditawarkan, biasanya dikhususkan bagi lulusan-lulusan non jurnalistik. Sedangkan bila ada pekerjaan yang berkaitan dengan jurnalistik, seperti reporter dan presenter, semua lulusan boleh apply! Nah, aku tidak menyalahkan sedikit pun. Karena adalah era global yang membuka kesempatan apapun untuk siapapun. Tapi lalu apa gunanya spesialisasi? Bukankah negara maju ditandai dengan adanya spesialisasi? Menurutku, ada baiknya tidak hanya pekerjaan jurnalistik yang terbuka untuk umum, melainkan pekerjaan lainnya pun terbuka untuk umum. Bukankah semuanya jadi adil? Tapi ya tentu kita tidak dapat menyerahkan pekerjaan seorang dokter kepada seorang sales. Yah, kalaupun terjadi semoga saja pasien tersebut punya asuransi kesehatan tak terbatas dan pengacara khusus malpraktek hehehehe..
No comments:
Post a Comment